Chapter 1
Si Gadis Rumah Pohon
Itu dia Lulla. Seorang gadis kecil yang tinggal di sebuah rumah pohon di tepi hutan Barewoods. Dia senang sekali bergelantungan di pohon karena dia berteman dengan Tiki, seekor chimpanzee kecil bermata jernih yang juga senang bergelantungan di pohon sambil memakan dedaunan dan semut semut kecil. Tadinya Ia tinggal bersama nenek Prudence, tetapi Nenek Prudence sudah meninggal akibat tersedak biji – biji buah semangka yang berwarna merah dan sangat manis. Kecelakaan itu terjadi memang karena Nenek Prudence tidak hati-hati.
Nenek Prudence menemukan Lulla di tengah hutan Barewoods di semak - semak di antara bunga-bunga daffodils dan tulip dan hyacinths dan mawar dan dahlia dan crocuses dan bunga-bunga kapas yang berjatuhan dari pohon kapas. Kadang- kadang hantu Nenek Prudence datang menengok Lulla dan sahabatnya, Tiki ke rumah pohon hanya untuk sekedar mengingatkan Lulla untuk mencuci piring atau mengingatkan Tiki untuk tidak memakan semut-semut kecil terlalu banyak karena bisa menyebabkan diare. Nenek Prudence juga sangat baik sudah mewariskan Lulla sebuah tangga untuk naik ke atas rumah pohon dan sebuah tas sekolah berwarna seperti melon kuning yang sangat cantik. “Tas ini sangat penting bagi Nenek, Lulla. Kamu harus merawatnya dengan baik dan rajin mencucinya.” Suara Nenek Prudence sangat pelan seperti angin, sampai-sampai Lulla tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
Nenek Prudence juga meninggalkan sebuah mesin jahit tua yang hanya membutuhkan sedikit oli dan sebuah mannequin yang terbuat dari kayu oak di rumah pohon. Walaupun Nenek Prudence tahu Lulla tidak suka menjahit tetapi mungkin suatu hari nanti Lulla mau menjahit dan menemukan keajaiban ketika mannequin kayu oak itu memakai sesuatu yang di jahit oleh penjahitnya, yaitu Lulla. Lulla pernah membaca surat yang isinya seperti menyinggung hal itu, di sebuah toples kaleng berkarat bergambar sebuah kastil dan sebuah pohon fern di kolong ranjangnya. Isinya seperti ini :
Jika kamu menjahit sesuatu untuk dikenakan pada mannequin kayu oak itu, maka kamu akan menemukan keajaiban padanya. Tetapi jika kamu tidak percaya maka akan kuberikan saja tas kuning itu. Memang mesin jahit itu sudah tua dan kadang membuat sesak nafasku kambuh, tetapi dia sangat baik karena hanya membutuhkan sedikit oli saja.
Dan sampai saat ini, Lulla tidak mengerti maksud dari isi surat itu. Ia hanya berpikir bahwa surat wasiat dari Nenek Prudence itu ditujukan untuknya ketika Ia sudah dewasa nanti dan sudah mengerti isi suratnya. Karena Ia merasa masih kecil maka Ia merasa belum mengerti isi suratnya, maka Ia berkesimpulan bahwa surat wasiat itu tidak ditujukan untuknya.
Pagi ini Tiki membuat keributan dengan naik ke cerobong asap dan melemparkan beberapa gelas – gelas tanah liat buatannya sendiri. Prak. Prak. Prak. Suaranya memang seperti suara tanah liat. Lulla benar-benar terbangun setelah mendengar bunyi prak yang ke-9, ke-10 dan yang ke-11 kali. Dia mengomel tetapi langsung menggosok gigi dan berendam di sebuah bak kaleng yang besar di dekat dapur. Tiki kemudian meluncur turun dengan sebuah tali tambang dari atas cerobong asap dan matanya masih tetap jernih walaupun cerobong asap itu sangat kotor dan berdebu. Lulla berpikir bahwa Tiki memiliki mata yang sangat jernih itu sangat aneh baginya, karena Ia tidak mengerti darimana datangnya kejernihan itu. Seperti air yang mengalir di sungai kecil di dalam hutan Barewoods sana.
Dan hari ini adalah hari pertama Lulla kembali bersekolah setelah liburan musim panas yang cukup panjang. Tas kuning yang cantik itu pun sudah terselempang di tubuh Lulla. Ia mulai memasukkan sebuah gunting, lem, beberapa kancing dan peniti, dan sebuah kartu natal usang yang dikirim oleh si Kakek penjaga kastil untuk Nenek Prudence, juga sebotol limun ke dalamnya. Sebelum pergi, Ia memakai topi jeraminya dan memasang corsage bulu merak di blusnya. Ia pun tak lupa membawa pisau bergagang kayu yang dilapisi sehelai kain yang motifnya mirip sekali dengan korden jendela rumah pohonnya yang koyak. “Amazing!” Serunya girang. Pisau itu untuk berjaga-jaga dari Will O seekor laba-laba bertopeng yang sangat nakal, dari serangan paruh Tuan Owl yang sangat moody dan juga dari kenakalan Toki, semacam Tokolosh kecil yang tinggal di dekat sungai di hutan. Tetapi kemudian Lulla mengurungkan niatnya untuk membawa pisau itu karena Ia tidak akan pergi melewati hutan, melainkan pergi ke sekolahnya di tepi desa Riverhums.
“Dah, Tiki!” Ia menuruni tangga, melambaikan tangan pada Tiki dan langsung berlari dengan sangat kencang ke arah desa. Tiki melambai – lambaikan handuk kecilnya yang berwarna pink dari jendela rumah pohon. Ia tersenyum dan merasa sangat senang karena Lulla lupa menyimpan pisau bergagang kayu yang dilapisi sehelai kain yang motifnya mirip sekali dengan korden jendela rumah pohon itu di atas meja. Ia senang karena Ia bisa mengupas pisang, jeruk, apel dan kemiri dengan pisau itu.
Dan Lulla begitu riang di sepanjang perjalanan menuju sekolah. Ia melihat hamparan snowdrops yang sedang bermekaran, awan-awan putih yang bergumpalan dan saling menumpuk di langit dan melihat sebuah tanda jalan berbentuk panah dengan tulisan tangan anak-anak Pramuka. Ia bersiul – siul berbalasan dengan suara desiran angin di sela – sela pepohonan dengan tas kuning yang cantik bergoyang – goyang ke kanan dan kekiri. Ia melihat sepatunya yang memang sedikit kebesaran, tetapi Ia sangat senang karena sepatu berwarna merah itu adalah hadiah dari Mrs. Fawn.
* thanks to the wind and the leaves in my hidden forest. I know u'll never let me jump alone to the next chapter .
No comments:
Post a Comment